1. Menyalahkan orang lain

Itu penyakit P dan K, yaitu Primitif dan Kekanak-kanakan.
Primitif.
Menyalahkan orang lain adalah pola pikir orang primitif. Di pedalaman
Afrika, kalau ada orang yang sakit, yang Dipikirkan adalah: “
Siapa nih yang nyantet?” Selalu “
siapa”, Bukan “
apa” penyebabnya. Bidang kedokteran modern selalu mencari tahu “
apa” sebabnya, bukan “
siapa”.
Jadi kalau kita berpikir menyalahkan orang lain, itu sama dengan sikap
primitif. Pakai koteka aja deh, nggak usah pakai dasi dan jas.
Kekanak-kanakan. Kenapa? Anak-anak selalu nggak pernah mau disalahkan. Kalau ada piring yang jatuh, “
Adik tuh yang salah”, atau, “
Mbak tuh yang salah”.
Anda pakai celana monyet aja kalau bersikap begitu. Kalau kita manusia
yang berakal dan dewasa selalu akan mencari sebab terjadinya sesuatu.
2. Menyalahkan diri sendiri

Menyalahkan
diri sendiri bahwa dirinya merasa tidak mampu. Ini berbeda dengan
mengakui kesalahan. Anda pernah mengalaminya? Kalau anda bilang tidak
pernah, berarti anda bohong.
“Ah, dia sih bisa, dia ahli, dia punya
jabatan, dia berbakat, dan sebagainya, Lha, saya ini apa ?, wah saya
nggak bisa deh. Dia S3, lha, saya SMP, wah nggak bisa deh. Dia punya
waktu banyak, saya sibuk, pasti nggak bisa deh”. Penyakit ini seperti kanker, tambah besar, besar di dalam mental diri sehingga bisa mencapai “
improper guilty feeling”.
Jadi walau yang salah partner, anak buah, atau bahkan atasan, berani bilang, “
Saya kok yang memang salah, tidak mampu, dan sebagainya”.
Penyakit ini pelan-pelan bisa membunuh kita. Merasa inferior, kita
tidak punya kemampuan. Kita sering membandingkan keberhasilan orang lain
dengan kekurangan kita, sehingga keberhasilan orang lain dianggap Wajar
karena mereka punya sesuatu lebih yang kita tidak punya.
3. Tidak punya goal atau cita-cita

Kita
sering terpaku dengan kesibukan kerja, tetapi arahnya tidak jelas.
Sebaiknya kita selalu mempunyai target kerja dengan milestone. Buat
target jangka panjang dan jangka pendek secara tertulis. Ilustrasinya
kayak gini: Ada anjing jago lari yang sombong. “
Apa sih yang nggak bisa saya kejar, kuda aja kalah sama saya”. Kemudian ada kelinci lompat-lompat, kiclik, kiclik, kiclik. Temannya bilang, “
Nah tuh ada kelinci, kejar aja”.
Dia kejar itu kelinci, wesss…., kelinci lari lebih kencang, anjingnya
ngotot ngejar dan kelinci lari sipat-kuping (sampai nggak dengar /
peduli apa-apa), dan akhirnya nggak terkejar, kelinci masuk pagar.
Anjing kembali lagi ke temannya dan diketawain. “
Ah, lu, katanya jago lari, sama kelinci aja nggak bisa kejar. Katanya lu paling kencang”. “
Lha dia goalnya untuk tetap hidup sih, survive, lha gua goalnya untuk fun aja sih”. Kalau “
GOAL” kita hanya untuk “
FUN”, isi waktu aja, ya hasilnya cuma terengah-engah saja.
4. Mempunyai “goal”, tapi ngawur mencapainya
Biasanya dialami oleh orang yang tidak “
teachable”.
Goalnya salah, focus kita juga salah, jalannya juga salah, arahnya juga
salah. Ilustrasinya kayak gini : ada pemuda yang terobsesi dengan emas,
karena pengaruh tradisi yang mendewakan emas. Pemuda ini pergi ke
pertokoan dan mengisi karungnya dengan emas dan seenaknya ngeloyor
pergi. Tentu saja ditangkap polisi dan ditanya. Jawabnya, “
Pokoknya saya mau emas, saya nggak mau lihat kiri-kanan”.
5. Mengambil jalan pintas (shortcut)

Keberhasilan
tidak pernah dilalui dengan jalan pintas. Jalan pintas tidak membawa
orang ke kesuksesan yang sebenarnya, karena tidak mengikuti proses.
Kalau kita menghindari proses, ya nggak matang, kalaupun matang ya
dikarbit. Jadi, tidak ada tuh jalan pintas. Pemain bulutangkis Indonesia
bangun jam 5 pagi, lari keliling Senayan, melakukan smash 1000 kali.
Itu bukan jalan pintas. Nggak ada orang yang leha-leha tiap hari pakai
sarung, terus tiba- tiba jadi juara bulu tangkis. Nggak ada! Kalau anda
disuruh taruh uang 1 juta, dalam 3 minggu jadi 3 juta, masuk akal nggak
tuh? Nggak mungkin!. Karena hal itu melawan kodrat.
6. Mengambil jalan terlalu panjang, terlalu santai

Analoginya
begini: Pesawat terbang untuk bisa take-off, harus mempunyai kecepatan
minimum. Pesawat Boeing 737, untuk dapat take- off, memerlukan kecepatan
minimum 300 km/jam. Kalau kecepatan dia cuma 50 km/jam, ya Cuma
ngabis-ngabisin avtur aja, muter-muter aja. Lha, kalau jalannya
runwaynya lurus anda cuma pakai kecepatan 50 km/jam, ya nggak bisa
take-off, malah nyungsep iya. Iya kan?
7. Mengabaikan hal-hal kecil

Dia
maunya yang besar-besar, yang heboh, tapi yang kecil-kecil nggak
dikerjain. Dia lupa bahwa struktur bangunan yang besar, pasti ada
komponen yang kecilnya. Maunya yang hebat aja. Mengabaikan hal kecil aja
nggak boleh, apalagi mengabaikan orang kecil.
8. Terlalu cepat menyerah

Jangan
berhenti kerja pada masa percobaan 3 bulan. Bukan mengawali dengan yang
salah yang bikin orang gagal, tetapi berhenti pada tempat yang salah.
Mengawali dengan salah bisa diperbaiki, tetapi berhenti di tempat yang
salah repot sekali.
9. Bayang-bayang masa lalu

Wah,
puitis sekali, saya suka sekali dengan yang ini. Karena apa? Kita
selalu penuh memori kan? Apa yang kita lakukan, masuk memori kita,
minimal sebagai pertimbangan kita untuk langkah kita berikutnya. Apalagi
kalau kita pernah gagal, nggak berani untuk mencoba lagi. Ini bisa
balik lagi ke penyakit nomer-3. Kegagalan sebagai akibat bayang-bayang
masa lalu yang tidak terselesaikan dengan semestinya. Itu bayang-bayang
negatif. Memori kita kadang- kadang sangat membatasi kita untuk maju ke
depan. Kita kadang-kadang lupa bahwa hidup itu maju terus. “
Waktu”
itu maju kan?. Ada nggak yang punya jam yang jalannya terbalik? Nggak
ada kan? Semuanya maju, hidup itu maju. Lari aja ke depan, kalaupun
harus jatuh, pasti ke depan kok. Orang yang berhasil, pasti pernah
gagal. Itu memori negatif yang menghalangi kesuksesan.
10. Menghipnotis diri dengan kesuksesan semu

Biasa
disebut Pseudo Success Syndrome. Kita dihipnotis dengan itu. Kita kalau
pernah berhasil dengan sukses kecil, terus berhenti, nggak kemana-mana
lagi. Sudah puas dengan sukses kecil tersebut. Napoleon pernah
menyatakan, “
Saat yang paling berbahaya datang bersama dengan kemenangan yang besar”.
Itu saat yang paling berbahaya, karena orang lengah, mabuk kemenangan.
Jangan terjebak dengan goal-goal hasil yang kecil, karena kita akan
menembak sasaran yang besar, goal yang jauh. Jangan berpuas diri, ntar
jadi sombong, terus takabur.