Perang Badar al-Kubra: Ringkasan Peristiwa (Siri 1)
Posted on by Naim Faiz
Assalamualykum wa rahmatullah,
Segala puji hanya bagi Allah semata – subhanallah,
Merupakan kewajipan bagi setiap muslim (jika mengakui sedemikian) untuk mempelajari susur hidup perjalanan tauladan manusia, Muhammad saw. Dikeranakan Muhammad saw merupakan sebaik-baik gambaran pada penghayatan dan aplikasi Islam dalam kehidupan, sebagaimana dinukilkan dalam al-Quran dan periwayatan hadis.
Dan salah satu daripada sisi perjalanan ini yang wajib kita telaah adalah peperangan yang disertai oleh Rasulullah saw bersama para sahabatnya. Ini kerana sebahagian ayat al-Quran yang diturunkan adalah berkaitan dengan peristiwa perang dan memerlukan pengetahuan akan hal peristiwa perang untuk memahami maksud ayat-ayat tersebut.
Dan di antara banyak perang yang disertai Rasulullah saw bersama sahabatnya adalah perang Badar al-Kubra. Perang ini berlangsung dua tahun selepas hijrah dalam bulan Ramadhan dan merupakan peperangan paling penting dalam sejarah umat Islam. Ia merupakan perang al-furqan (pembeda) yang memisahkan antara yang haq dan yang batil; antara yang beriman dan yang kafir, di samping merupakan perkhabaran kepada dunia akan kewujudan dunia Islam dalam suasana yang ketika itu dipenuhi kefasadan.
Perang Badar al-Kubra merupakan susulan daripada perlaksanaan perintah Allah swt agar kaum Muslimin mengangkat senjata sebagai pertahanan diri. Maka perang ini bukanlah sekadar tindakan kaum Muslimin yang selama ini ditindas, malah ianya lebih dari itu. Ia adalah ibadah atas dasar tunduk patuh pada perintah Allah swt.
Ringkasan Perang Badar al-Kubra
Mendengar berita mengenai rencana kedatangan kafilah perdagangan kaum Quraisy dari Syam di bawah pimpinan Abu Sufyan bin Harb, Rasulullah saw mengajak kaum Muslimin langsung di bawah pimpinannya untuk memintas dan menghalang kafilah tersebut dengan sebab sebagai ganti atas kekayaan mereka yang dirampas oleh sebahagian kaum Musyrikin di Makkah. Anjuran Rasulullah saw ini hanya disahut oleh sebahagian kaum Muslimin kerana sebahagian yang lain menyangka tidak akan terjadinya peperangan.
Di tengah perjalanan menuju Mekkah, Abu Sufyan mendengar bahawa kafilahnya akan dihadang oleh kaum Muslimin. Maka dihantarkannya seorang utusan bernama Dhamdham bin Amir al-Ghiffari ke Mekkah untuk menyampaikan berita kepada kaum Quraisy dan meminta bantuan pasukan untuk menyelamatkan harta kekayaan mereka. Setelah mendengar berita ini, seluruh kaum Quraisy dengan serta merta mempersiapkan diri, bersiap penuh dan berangkat keluar dengan tujuan perang. Tak seorang pun dari tokoh Quraisy yang tertinggal dari keberangkatan pasukan yang berjumlah 1000 orang kecuali Abu Lahab.
Sementara itu, menurut riwayat Ibnu Ishaq, Rasulullah saw keluar bersama 314 sahabatnya pada suatu malam di bulan Ramadhan dengan membawa 70 ekor unta. Setiap unta ditunggangi secara bergantian oleh dua atau tiga orang. Mereka tidak mengetahui akan keberangkatan bala bantuan kaum Quraisy tersebut. Dlam pada itu, kafilah Abu Sufyan telah berhasil meloloskan diri dan menyusuri air mata Badar dengan melalui jalan persisir pantai menuju ke arah Mekkah. Akhirnya ia berhasil menyelamatkan kafilah dan perniagaannya dari ancaman bahaya.
Setelah mendengar keberangkatan kaum Quraisy, Rasulullah saw segera meminta pandangan dari para sahabatnya. Kaum Muhajirin mendokong dan memandang baik pendirian Baginda. Di antaranya al-Miqdad bin Amir dengan tegas menyatakan: “Ya Rasulullah, laksanakanlah apa yang diperintahkan Allah kepada anda. Kami tetap bersama anda.” Tetapi Rasulullah saw terus memandang ke arah mereka dan berkata: “Kemukalah pandangan kalian kepadaku, wahai manusia.” Kemudian Sa’ad bin Mu’adz menjawab: “Demi Allah, nampaknya anda menghendaki ketegasan sikap kami wahai Rasulullah.” Nabi saw menjawab: “Benar!” Sa’ad berkata: “Kami telah beriman kepada anda dan kami pun membenarkan kenabian dan kerasulan anda. Kami juga telah menjadi saksi bahawa apa yang telah anda bawa adalah benar. Atas dasar itu kami telah menyatakan janji dan kepercayaan kami untuk sentiasa taat dan setia kepada anda. Laksanakanlah apa yang anda kehendaki, kami tetap bersama anda. Demi Allah, seandainya anda menghadapi lautan dan terjun ke dalamnya, kami pasti akan terjun bersama anda.”
Mendengar jawapan Sa’ad itu, Rasulullah saw merasa puas dan senang, kemudian Baginda memerintahkan:
“Berangkatlah dengan hati gembira, kerana sesungguhnya Allah swt telah menjanjikan kepadaku salah satu di antara dua golongan. Demi Allah, aku seolah-olah melihat tempat-tempat mereka bergelimpangan.”
Setelah itu Rasulullah saw mulai mencari berita tentang pasukan kaum Quraisy melalui para perisik yang disebarkan, sehingga kaum Muslimin mengetahui bahawa mereka berjumlah sekitar 900 ke 1000 orang dan bahawa mereka datang disertai oleh hampir seluruh tokoh kaum Musyrikin.
Sebenarnya Abu Sufyan telah mengirimkan seorang utusan kepada pasukan Musyrikin memberitahukan bahawa kafilahnya telah selamat. Tetapi Abu Jahal tetap berkeras untuk melanjutkan perjalanan, lalu berkata:
“Demi Allah, kami tidak akan pulang sebelum tiba di Badar. Di sana kami akan tinggal selama tiga hari, memotong ternak, makann beramai-ramai dan minum arak sambil menyaksikan perempuan-perempuan menyanyikan lagu-lagu hiburan. Biarlah seluruh Arab mendengar tentang perjalanan kita semua dan biarlah mereka tetap gentar kepada kita selama-lamanya.”
Kemudian
mereka bergerak sampai tiba di pinggir sebelah seberang lembah Badar.
Sedangkan Rasulullah saw telah tiba di pinggir lembar seberang lain
dengan posisi nyaris berhadapan dengan lawan, dekat mata air Badar.
Habbab bin Mundzir bertanya kepada Nabi saw:
“Ya Rasulullah, apakah dalam memilih tempat ini anda menerika wahyu dari Allah swt yang tidak dapat diubah lagi? Ataukah berdasarkan tipu muslihat peperangan?” Rasulullah saw menjawab, “Tempat ini ku pilih berdasarkan pendapat dan tipu muslihat peperangan.” Habbab mengusulkan, “Ya Rasulullah, jika demikian, ini bukan tempat yang tepat. Ajaklah pasukan berpindah ke tempat air yang berdekatan dengan musuh, kita membuat kubu pertahanan di sana dan menggali sumur-sumur di belakangnya. Kita membuat kubangan dan kita isi dengan air hingga penuh. Dengan demikian kita akan berperang dengan keadaan mempunyai persediaan air minum yang cukup, sedangkan musuh tidak memperoleh air minum.” Rasulullah saw menjawab, “Pendapat mu sungguh baik.”
Rasulullah saw kemudian bergerak dan pindah ke tempat yang diusulkan oleh Habbab ra.[1]
Di samping itu Sa’ad bin Mu’adz mengusulkan supaya dibuatkan kemah untuk Nabi saw sebagai tempat perlindungan dengan harapan supaya bila ada sesuatu dan hal yang tidak diharapkan terjadi, Nabi saw dapat kembali dengan mudah dan selamat kepada kaum Muslimin di Madinah dan agar mereka tidak lemah semangat kerana ketidakberadaan Nabi saw di antara mereka. Usulan ini dipersetujui oleh Nabi saw. Kemudian Rasulullah saw menenangkan jiwa para sahabatnya dengan adanya dukungan dan pertolongan Allah swt, sampai-sampai Rasulullah saw menegaskan kepada mereka: “Di sini tempat kematian si Fulan dan si Fulan (dari kaum Musyrikin)”, seraya meletakkan tapak tangannya di atas tanah. Akhirnya nama-nama yang disebutkan Nabi saw itu ternyata benar bergelimpangan tepat di tempat yang telah ditunjukkan itu.[2]
Selanjutnya Rasulullah saw dengan khusyuk memanjatkan doa kepada Allah swt pada malam Jumaat tanggal 17 Ramadhan. Di antara doa yang diucapkan adalah:
“Ya Allah, inilah kaum Quraisy yang datang dengan segala kecongkakan dan kesombongannya untuk memerangi Engkau dan mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, tunaikanlah janji kemenangan yang telah Engkau berikan kepadali. Ya Allah, kalahkan mereka esok hari.”
Beliau terus memanjatkan doa kepada Allah swt dengan merendahkan diri dan khusyuk seraya menengadahkan kedua telapak tangannya ke langit, sehingga kerana merasa iba Abu Bakar berusaha menenangkan hati Nabi saw dan berkata kepadanya: “Ya Rasulullah, demi diriku yang berada di tangan-Nya, bergembiralah. Sesungguhnya Allah pasti akan memenuhi janji yang telah diberikan kepadamu.”
Demikian pula kaum Muslimin, mereka ikut berdoa kepada Allah swt memohon pertolongan dengan penuh ikhlas dan merendah diri di hadapan-Nya.[3]
Pada suatu pagi Jumaat, tahun kedua Hijrah, mulailah pertempuran antara kaum Musyrikin dan kaum Muslimin. Memulai pertarungan ini, Rasulullah saw mengambil segenggam kerikil kemudian dilemparkan kea rah kaum Quraisy seraya berkata: “Hancurlah wajah-wajah mereka”, kemudian meniupkannya ke arah mereka sehingga menimpa mata semua pasukan Quraisy. Selain itu, Allah swt juga mendokong kaum Muslimin dengan mengirim bala bantuan malaikat.[4] Akhirnya peperangan dimenangkan oleh kaum Muslimin dengan suatu kemenangan yang besar. Dari pihak kaum Musyrikin, terbunuh 70 orang dan tertawan 70 orang. Sedangkan dari pihak kaum Muslimin gugur menggapai syahid 14 orang.
Mayat-mayat kaum Musyrikin yang terbunuh dalam peperangan ini –termasuk para tokoh mereka- dilemparkan ke dalam sumur tua di Badar. Ketika mayat-mayat itu dilemparkan ke dalamnya, Rasulullah saw berdiri di mulut perigi itu seraya berkata memanggil nama-nama mereka berikut nama bapak-bapaknya:
“Wahai Fulan bin Fulan! Wahai Fulan bin Fulan! Apakah kalian telah berbahagia kerana kalian telah menaati Allah swt dan Rasul-Nya? Sesungguhnya kami telah menerima kebenaran janji Allah swt yang diberikan kepada kami; apakah kalian juga telah menyaksikan kebenaran janji Allah swt kepada kalian?”
Mendengar ini Umar ra bertanya: “Ya Rasulullah, kenapa anda mengajak bicara jasad yang sudah tidak bernyawa?” Beliau menjawab:
“Demi Dzat yang diri Muhammad berada di tangan-Nya, kalian tidak lebih mendengar perkataanku daripada mereka.”[5]
Kemudian Rasulullah saw meminta pendapat para sahabatnya berkenaan dengan masalah tawanan. Abu Bakar ra mengusulkan supaya Nabi saw membebaskannya dengan cara mengambil tebusan dari mereka sehingga harta tebusan itu diharapkan menjadi pasak kekuatan material bagi kaum Muslimin, disertai harapan mudah-mudahan Allah swt menunjuki mereka. Sementara Umar bin Khattab ra mengusulkan supaya mereka dibunuh saja, kerana mereka adalah tokoh dan kepala kekafiran. Tetapi Nabi saw cenderung kepada pendapat dan usulan Abu Bakar yang member belas kasihan kepada mereka dan mengambil tebusan. Akhirnya pendapat ini dilaksanakan oleh Nabi saw. Tetapi beberapa ayat al-Quran kemudian diturunkan menegur kebijaksanaan Nabi saw tersebut, mendokong pendapat Umar. Firman Allah swt yang bermaksud: “Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi” sampai kepada ayat yang bermaksud “Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu.” (al-Anfal [8]: 67-69)[6]
Perang Badar al-Kubra dari filem The Message

Segala puji hanya bagi Allah semata – subhanallah,
Merupakan kewajipan bagi setiap muslim (jika mengakui sedemikian) untuk mempelajari susur hidup perjalanan tauladan manusia, Muhammad saw. Dikeranakan Muhammad saw merupakan sebaik-baik gambaran pada penghayatan dan aplikasi Islam dalam kehidupan, sebagaimana dinukilkan dalam al-Quran dan periwayatan hadis.
Dan salah satu daripada sisi perjalanan ini yang wajib kita telaah adalah peperangan yang disertai oleh Rasulullah saw bersama para sahabatnya. Ini kerana sebahagian ayat al-Quran yang diturunkan adalah berkaitan dengan peristiwa perang dan memerlukan pengetahuan akan hal peristiwa perang untuk memahami maksud ayat-ayat tersebut.
Dan di antara banyak perang yang disertai Rasulullah saw bersama sahabatnya adalah perang Badar al-Kubra. Perang ini berlangsung dua tahun selepas hijrah dalam bulan Ramadhan dan merupakan peperangan paling penting dalam sejarah umat Islam. Ia merupakan perang al-furqan (pembeda) yang memisahkan antara yang haq dan yang batil; antara yang beriman dan yang kafir, di samping merupakan perkhabaran kepada dunia akan kewujudan dunia Islam dalam suasana yang ketika itu dipenuhi kefasadan.
Perang Badar al-Kubra merupakan susulan daripada perlaksanaan perintah Allah swt agar kaum Muslimin mengangkat senjata sebagai pertahanan diri. Maka perang ini bukanlah sekadar tindakan kaum Muslimin yang selama ini ditindas, malah ianya lebih dari itu. Ia adalah ibadah atas dasar tunduk patuh pada perintah Allah swt.
Ringkasan Perang Badar al-Kubra
Mendengar berita mengenai rencana kedatangan kafilah perdagangan kaum Quraisy dari Syam di bawah pimpinan Abu Sufyan bin Harb, Rasulullah saw mengajak kaum Muslimin langsung di bawah pimpinannya untuk memintas dan menghalang kafilah tersebut dengan sebab sebagai ganti atas kekayaan mereka yang dirampas oleh sebahagian kaum Musyrikin di Makkah. Anjuran Rasulullah saw ini hanya disahut oleh sebahagian kaum Muslimin kerana sebahagian yang lain menyangka tidak akan terjadinya peperangan.
Di tengah perjalanan menuju Mekkah, Abu Sufyan mendengar bahawa kafilahnya akan dihadang oleh kaum Muslimin. Maka dihantarkannya seorang utusan bernama Dhamdham bin Amir al-Ghiffari ke Mekkah untuk menyampaikan berita kepada kaum Quraisy dan meminta bantuan pasukan untuk menyelamatkan harta kekayaan mereka. Setelah mendengar berita ini, seluruh kaum Quraisy dengan serta merta mempersiapkan diri, bersiap penuh dan berangkat keluar dengan tujuan perang. Tak seorang pun dari tokoh Quraisy yang tertinggal dari keberangkatan pasukan yang berjumlah 1000 orang kecuali Abu Lahab.
Sementara itu, menurut riwayat Ibnu Ishaq, Rasulullah saw keluar bersama 314 sahabatnya pada suatu malam di bulan Ramadhan dengan membawa 70 ekor unta. Setiap unta ditunggangi secara bergantian oleh dua atau tiga orang. Mereka tidak mengetahui akan keberangkatan bala bantuan kaum Quraisy tersebut. Dlam pada itu, kafilah Abu Sufyan telah berhasil meloloskan diri dan menyusuri air mata Badar dengan melalui jalan persisir pantai menuju ke arah Mekkah. Akhirnya ia berhasil menyelamatkan kafilah dan perniagaannya dari ancaman bahaya.
Setelah mendengar keberangkatan kaum Quraisy, Rasulullah saw segera meminta pandangan dari para sahabatnya. Kaum Muhajirin mendokong dan memandang baik pendirian Baginda. Di antaranya al-Miqdad bin Amir dengan tegas menyatakan: “Ya Rasulullah, laksanakanlah apa yang diperintahkan Allah kepada anda. Kami tetap bersama anda.” Tetapi Rasulullah saw terus memandang ke arah mereka dan berkata: “Kemukalah pandangan kalian kepadaku, wahai manusia.” Kemudian Sa’ad bin Mu’adz menjawab: “Demi Allah, nampaknya anda menghendaki ketegasan sikap kami wahai Rasulullah.” Nabi saw menjawab: “Benar!” Sa’ad berkata: “Kami telah beriman kepada anda dan kami pun membenarkan kenabian dan kerasulan anda. Kami juga telah menjadi saksi bahawa apa yang telah anda bawa adalah benar. Atas dasar itu kami telah menyatakan janji dan kepercayaan kami untuk sentiasa taat dan setia kepada anda. Laksanakanlah apa yang anda kehendaki, kami tetap bersama anda. Demi Allah, seandainya anda menghadapi lautan dan terjun ke dalamnya, kami pasti akan terjun bersama anda.”
Mendengar jawapan Sa’ad itu, Rasulullah saw merasa puas dan senang, kemudian Baginda memerintahkan:
“Berangkatlah dengan hati gembira, kerana sesungguhnya Allah swt telah menjanjikan kepadaku salah satu di antara dua golongan. Demi Allah, aku seolah-olah melihat tempat-tempat mereka bergelimpangan.”
Setelah itu Rasulullah saw mulai mencari berita tentang pasukan kaum Quraisy melalui para perisik yang disebarkan, sehingga kaum Muslimin mengetahui bahawa mereka berjumlah sekitar 900 ke 1000 orang dan bahawa mereka datang disertai oleh hampir seluruh tokoh kaum Musyrikin.
Sebenarnya Abu Sufyan telah mengirimkan seorang utusan kepada pasukan Musyrikin memberitahukan bahawa kafilahnya telah selamat. Tetapi Abu Jahal tetap berkeras untuk melanjutkan perjalanan, lalu berkata:
“Demi Allah, kami tidak akan pulang sebelum tiba di Badar. Di sana kami akan tinggal selama tiga hari, memotong ternak, makann beramai-ramai dan minum arak sambil menyaksikan perempuan-perempuan menyanyikan lagu-lagu hiburan. Biarlah seluruh Arab mendengar tentang perjalanan kita semua dan biarlah mereka tetap gentar kepada kita selama-lamanya.”

“Ya Rasulullah, apakah dalam memilih tempat ini anda menerika wahyu dari Allah swt yang tidak dapat diubah lagi? Ataukah berdasarkan tipu muslihat peperangan?” Rasulullah saw menjawab, “Tempat ini ku pilih berdasarkan pendapat dan tipu muslihat peperangan.” Habbab mengusulkan, “Ya Rasulullah, jika demikian, ini bukan tempat yang tepat. Ajaklah pasukan berpindah ke tempat air yang berdekatan dengan musuh, kita membuat kubu pertahanan di sana dan menggali sumur-sumur di belakangnya. Kita membuat kubangan dan kita isi dengan air hingga penuh. Dengan demikian kita akan berperang dengan keadaan mempunyai persediaan air minum yang cukup, sedangkan musuh tidak memperoleh air minum.” Rasulullah saw menjawab, “Pendapat mu sungguh baik.”
Rasulullah saw kemudian bergerak dan pindah ke tempat yang diusulkan oleh Habbab ra.[1]
Di samping itu Sa’ad bin Mu’adz mengusulkan supaya dibuatkan kemah untuk Nabi saw sebagai tempat perlindungan dengan harapan supaya bila ada sesuatu dan hal yang tidak diharapkan terjadi, Nabi saw dapat kembali dengan mudah dan selamat kepada kaum Muslimin di Madinah dan agar mereka tidak lemah semangat kerana ketidakberadaan Nabi saw di antara mereka. Usulan ini dipersetujui oleh Nabi saw. Kemudian Rasulullah saw menenangkan jiwa para sahabatnya dengan adanya dukungan dan pertolongan Allah swt, sampai-sampai Rasulullah saw menegaskan kepada mereka: “Di sini tempat kematian si Fulan dan si Fulan (dari kaum Musyrikin)”, seraya meletakkan tapak tangannya di atas tanah. Akhirnya nama-nama yang disebutkan Nabi saw itu ternyata benar bergelimpangan tepat di tempat yang telah ditunjukkan itu.[2]
Selanjutnya Rasulullah saw dengan khusyuk memanjatkan doa kepada Allah swt pada malam Jumaat tanggal 17 Ramadhan. Di antara doa yang diucapkan adalah:
“Ya Allah, inilah kaum Quraisy yang datang dengan segala kecongkakan dan kesombongannya untuk memerangi Engkau dan mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, tunaikanlah janji kemenangan yang telah Engkau berikan kepadali. Ya Allah, kalahkan mereka esok hari.”
Beliau terus memanjatkan doa kepada Allah swt dengan merendahkan diri dan khusyuk seraya menengadahkan kedua telapak tangannya ke langit, sehingga kerana merasa iba Abu Bakar berusaha menenangkan hati Nabi saw dan berkata kepadanya: “Ya Rasulullah, demi diriku yang berada di tangan-Nya, bergembiralah. Sesungguhnya Allah pasti akan memenuhi janji yang telah diberikan kepadamu.”
Demikian pula kaum Muslimin, mereka ikut berdoa kepada Allah swt memohon pertolongan dengan penuh ikhlas dan merendah diri di hadapan-Nya.[3]
Pada suatu pagi Jumaat, tahun kedua Hijrah, mulailah pertempuran antara kaum Musyrikin dan kaum Muslimin. Memulai pertarungan ini, Rasulullah saw mengambil segenggam kerikil kemudian dilemparkan kea rah kaum Quraisy seraya berkata: “Hancurlah wajah-wajah mereka”, kemudian meniupkannya ke arah mereka sehingga menimpa mata semua pasukan Quraisy. Selain itu, Allah swt juga mendokong kaum Muslimin dengan mengirim bala bantuan malaikat.[4] Akhirnya peperangan dimenangkan oleh kaum Muslimin dengan suatu kemenangan yang besar. Dari pihak kaum Musyrikin, terbunuh 70 orang dan tertawan 70 orang. Sedangkan dari pihak kaum Muslimin gugur menggapai syahid 14 orang.
Mayat-mayat kaum Musyrikin yang terbunuh dalam peperangan ini –termasuk para tokoh mereka- dilemparkan ke dalam sumur tua di Badar. Ketika mayat-mayat itu dilemparkan ke dalamnya, Rasulullah saw berdiri di mulut perigi itu seraya berkata memanggil nama-nama mereka berikut nama bapak-bapaknya:
“Wahai Fulan bin Fulan! Wahai Fulan bin Fulan! Apakah kalian telah berbahagia kerana kalian telah menaati Allah swt dan Rasul-Nya? Sesungguhnya kami telah menerima kebenaran janji Allah swt yang diberikan kepada kami; apakah kalian juga telah menyaksikan kebenaran janji Allah swt kepada kalian?”
Mendengar ini Umar ra bertanya: “Ya Rasulullah, kenapa anda mengajak bicara jasad yang sudah tidak bernyawa?” Beliau menjawab:
“Demi Dzat yang diri Muhammad berada di tangan-Nya, kalian tidak lebih mendengar perkataanku daripada mereka.”[5]
Kemudian Rasulullah saw meminta pendapat para sahabatnya berkenaan dengan masalah tawanan. Abu Bakar ra mengusulkan supaya Nabi saw membebaskannya dengan cara mengambil tebusan dari mereka sehingga harta tebusan itu diharapkan menjadi pasak kekuatan material bagi kaum Muslimin, disertai harapan mudah-mudahan Allah swt menunjuki mereka. Sementara Umar bin Khattab ra mengusulkan supaya mereka dibunuh saja, kerana mereka adalah tokoh dan kepala kekafiran. Tetapi Nabi saw cenderung kepada pendapat dan usulan Abu Bakar yang member belas kasihan kepada mereka dan mengambil tebusan. Akhirnya pendapat ini dilaksanakan oleh Nabi saw. Tetapi beberapa ayat al-Quran kemudian diturunkan menegur kebijaksanaan Nabi saw tersebut, mendokong pendapat Umar. Firman Allah swt yang bermaksud: “Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi” sampai kepada ayat yang bermaksud “Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu.” (al-Anfal [8]: 67-69)[6]
Perang Badar al-Kubra dari filem The Message
Tidak ada komentar:
Posting Komentar